Sunday, October 9, 2011

Feb 26th, 2009

Another wholehartedly written poem by me. It amazes me how much memories a poem brings by just reading it through. And it reminds me to be grateful about my complicated yet sweet love story. So blessed to have you in my life, R. I can truly see the way God takes care of me and my heart through you *hug*

Banyak bunga baru yang tumbuh
namun yang kusuka hanya satu
Kuning kecil daffodil itu
bagiku yang terindah walau cepat sekali layu

Musim panas tak bertahan dia
Musim dingin tiada bermekaran kuncupnya
Hujan musim semi membuatnya berbunga
walau hanya sesaat, ah kunikmati saja

Mendamba yang datang dan pergi sesuka hati
bagai mencoba memeluk awan mengelus pelangi
semua yang indah dan nyaman bagai mimpi di malam sunyi
saat mentari terjaga dari tidurnya, lenyaplah ia bagai embun pagi

Mencinta yang tak pernah nyata, bagai bayang
layaknya menggenggam pasir untuk kau bawa pulang
Lembut dan hangat dia setelah terbakar terik siang
namun belum pula di persimpangan, semua pasir sudah jatuh dan hilang

Sang pencinta sendiri bagai bayu dia
laksana sungai mengalir saja menuruti bumi entah kemana
Satu yang pasti setelah semua perjalanan panjangnya
akan berpadu dia dengan sang samudera, entah yang mana

Bila pujangga telah lelah merangkai kata
nama apakah yanga akan diberikan padanya?
Cinta suci itu tak terbagi, layaknya pujangga yang tak kan habis kata
hanya saja bisa berpindah semua puisi, lagu, dan cinta
pada hati yang siap mencinta dan menerima setulus jiwa, entah siapa

Daffodil tak bisa hidup di atas pasir
Pujangga tak mungkin selamanya menggantung mimpi di awan
Sungai ini sepertinya hendak mencapai hilir
dia bercabang, ah sekarang aku ada di persimpangan!

No comments: