Thursday, August 2, 2012

Kangen


Ada kerinduan yang bagai rembulan
Malu-malu ia di balik awan yang enggan tuk terjaga
Tapi sinarnya merona, membangunkan  sang Mega
Tersipu, rindu, ditertawakan kelipan bintang-bintang

Angin sepoi bahkan terlelap sudah
Seharian menari godai rumput hijau dan ilalang gersang
Adakah malam kan menjemput gulana di dada?
Atau mungkin harus kutunggu sampai 100 malam lamanya

Debu nakal sejenak menyatu dengan bumi
Lelah dia menari-nari tanpa henti sepanjang hari
Mungkin sampai mentari pagi godai hati
Aku tetap merindu, lupakan panggilan malam tuk sejenak terbuai mimpi

Kamu anginku, debu nakalku, mentariku
Biar Mega dan awan jadi puisi yang kulukis dihatimu
Kalau harus ku termenung di sini tuk pikirkan kamu
Sampai nanti pun kan tetap di sini, temani hatiku yang kelu merindu

Walau bintang kecil terkekeh 
mengintip kelu rasaku..

3 comments:

Anonymous said...

This is so beautiful. Every line is simply mind-blowing. Our language is truly an asset. I should try writing some poetry in Indonesian, like seriously.

Much love, x.

Joshua Tjandra said...

oh Ray...

Anonymous said...

Ray debu nakal?